Fakta Menarik Kelapa Sawit Indonesia

Industri perkebunan kelapa sawit nasional telah lebih dari satu abad dan terus menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang signifikan. Tidak hanya pada subsistem agribisnis hulu, industri perkebunan kelapa sawit di sektor hilir terus melejit dengan menghasilkan berbagai inovasi-inovasi produk sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat nasional dan global. Hampir semua produk-produk jadi yang dipasarkan di ritel modern berasal dari olahan minyak kelapa sawit. Bahkan saat ini, pemerintah tengah mempersiapkan operasionalisasi pengolahan minyak sawit menjadi sumber bahan bakar nabati yang ramah lingkungan ( green energy ). Secara global, Indonesia berhasil mendapatkan julukan sebagai Raja Minyak Sawit dunia setelah mengalahkan posisi Malaysia sejak tahun 2006 silam. Melansir laman  The Palm Scribe , berikut 10 fakta-fakta menarik terkait industri perkebunan kelapa sawit Indonesia: 1. Indonesia dan Malaysia merupakan penguasa pangsa pasar minyak kelapa sawit dengan kontribusi sebesar 85 perse

Pertanian Cerdas 4.0 di Era Pandemi Covid-19

Penurunan produksi pertanian dalam negeri karena pandemi Covid-19 akan mengancam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Selain itu, pandemi Covid-19 periode bulan Maret hingga November 2020 telah menurunkan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian sekitar 1% - 4,87%, sedangkan investasi di sektor pertanian berkurang 2%-3,7% (CIPS 2020). Menghadapi ancaman krisis pangan, pemerintah perlu memperkuat produksi hasil pertanian dan ketersediaan pangan lokal untuk menggantikan komoditas pangan impor dengan salah satu usaha yaitu  melalui pertanian cerdas atau smart farming 4.0. Smart farming adalah sebuah metode pertanian cerdas berbasis teknologi yang menggunakan artificial intelligent (AI) yang memudahkan petani untuk melakukan pekerjaannya (MSMB 2020). Kementerian Pertanian telah bekerja keras untuk membuat terobosan  teknologi agar dapat memberikan dampak yang terbaik terhadap petani. Keterlibatan Kementerian lain seperti Kementerian Pembangunan Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dinilai juga turut berperan penting dalam membantu petani meningkatkan produktivitas.  Selain itu, dengan mengembangkan pertanian cerdas di tengah pandemi Covid-19 juga dipandang sangat relevan, yaitu dapat membantu mengurangi aktifitas petani berkumpul di suatu lahan sehingga dapat mengurangi penyebaran virus Covid-19.

Kebijakan Kementerian Pertanian Mendukung Smart Farming 4.0

Saat ini, Kementerian Pertanian sedang merumuskan tiga strategi untuk mengatasi Covid-19 dan sedang mengembangkan rencana peningkatan pasokan pangan di era normal baru. Tiga agenda utama Kementerian Pertanian selama pandemi Covid-19 adalah: (1) agenda darurat/jangka pendek meliputi stabilitas harga pangan, fasilitas pembiayaan petani, dan pertanian padat karya; (2) agenda sementara/jangka menengah, yaitu diversifikasi pangan lokal, mendukung daerah-daerah defisit dan rawan kekeringan; (3) agenda jangka panjang mencakup memperluas tanaman pangan, meningkatkan produksi setiap tahun, mengembangkan perusahaan tani dan mengembangkan petani milenial (Kementan 2020a). 

Pengembangan smart farming CB 4 dengan integrasi perangkat IoT (Internet of Things), pemanfaatan drone, aspek Brainware-Hardware-Software pertanian, analisis sensor untuk produksi pertanian, hingga manajemen sumber daya dengan melibatkan perguruan tinggi. Salah satu tujuannya adalah untuk menarik generasi milenial berkiprah dalam dunia pertanian. Petani milenial sebagai bagian dari regenerasi dipilih untuk menggantikan para petani yang mayoritas sudah berusia lanjut. Dominasi petani dalam kategori usia tua di Indonesia dengan latar belakang pendidikan SD bahkan tidak sekolah dirasa kurang mendukung untuk kemajuan pengembangan pertanian di tanah air. Selain itu yang menjadi tujuan generasi milenial untuk berpartisipasi, karena dalam konsep pertanian cerdas 4.0 penggunaan internet akan dimaksimalkan untuk meningkatkan produktivitas dengan cepat karena biasanya generasi milenial sangat dekat dengan internet. Oleh karena itu, generasi milenial ini diharapkan dapat lebih cepat menerapkan pertanian cerdas, bahkan akan muncul inovasi-inovasi baru di bidang pertanian.Untuk melaksanakan ketiga agenda tersebut, Kementerian Pertanian telah menyiapkan lima metode Cara Bertindak (CB) sebagai penyangga rencana peningkatan pasokan pangan di era new normal. CB1 merupakan peningkatan kapasitas produksi melalui percepatan tanam dan perluasan areal tanam, pengembangan sekitar 164.598 hektare lahan rawa di Kalimantan Tengah, serta peningkatan produksi gula, daging sapi dan bawang putih sebagai respons terhadap permasalahan impor. CB2 adalah pengembangan diversifikasi pangan lokal berbasis kearifan lokal yang menitikberatkan pada produk berkualitas tinggi dari suatu daerah atau provinsi melalui pemanfaatan pekarangan marjinal dan tata lahan yang berkelanjutan. CB3 memperkuat penyimpanan gabah dan sistem logistik untuk menstabilkan pasokan dan harga pangan, sedangkan CB4 adalah pengembangan smart farming dengan melibatkan perguruan tinggi, pembangunan dan  pemanfaatan screen house (rumah kasa) untuk meningkatkan produksi komoditas hortikultura di luar musim tanam, pengembangan food estate, dan pengembangan usaha tani, dan terakhir CB5 yakni meningkatkan gerakan tiga kali ekspor (Kementan 2020a).

Selain itu dampak pandemi Covid-19 yang paling nyata adalah meningkatnya jumlah karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Untuk itu, dengan adanya pertanian cerdas ini diharapkan bisa  mengurangi pengangguran dengan menarik kaum muda bekerja di bidang pertanian. Pertanian Cerdas 4.0 akan mendorong kerja petani dengan menerapkan teknologi yang membuat kegiatan budidaya pertanian yang cerdas, efisien, terukur, dan terintegrasi. Konsep pertanian cerdas  secara sederhana bisa diartikan sebagai pertanian presisi. Petani bisa melakukan budidaya dengan tidak tergantung musim tetapi melalui mekanisasi.  Dengan demikian, proses penanaman hingga panen dapat dilakukan secara efektif, dan efisien dalam tenaga kerja, waktu tanam, dan proses panen.

Melalui Direktorat Pembangunan Daerah Tertinggal (Ditjen PDT), Kemendes PDTT dan Pemerintah Daerah Kabupaten Situbondo, Jawa Timur,  telah bekerjasama untuk melakukan ujicoba pertanian cerdas 4.0 di Desa Battal, Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo Panji, Jawa Timur. Teknologi yang diciptakan oleh anak-anak tanah air ini merupakan produk dari PT Mitra Sejahtera Membangun Bangsa (MSMB), sebuah perusahaan teknologi pertanian di Yogyakarta yang menggunakan aplikasi RiTx berbasis android. Pertanian kini bisa jadi agri”cool”ture dan menarik minat anak muda untuk bertani. Dengan meningkatnya produktivitas pertanian diharapkan nantinya akan meningkatkan potensi daerah tersebut (MSMB 2018). 

 Sumber: iotdesignpro.com

Kunci utama pertanian cerdas 4.0 adalah data yang terukur. Teknologi yang digunakan dalam pertanian cerdas 4.0 termasuk Agri Drone sprayer (drone untuk menyemprotkan pestisida dan pupuk cair), Drone Surveillance (drone untuk pemetaan lahan), dan Soil and Weather Sensor (sensor tanah dan cuaca). Agri Drone untuk aplikasi pestisida, pupuk cair dan penyiraman yang lebih tepat sehingga dapat menghindari penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan. Dengan daya dukung hingga 20 liter, 1 hektare bisa disemprot dalam waktu 10 menit. Tidak hanya itu, dengan dukungan drone surveillance, pemetaan darat juga dapat dilakukan. Dari hasil pemetaan berupa foto maupun video, petani dapat mengetahui kondisi tanaman di lahannya (Ditjen PDTT 2019).

Adanya Soil and Weather Sensor (sensor tanah dan cuaca) yang dipasang di lahan pertanian akan membantu petani memantau, mengukur dan mencatat kondisi tanaman. Data yang didapat dari sensor ini meliputi udara dan kelembaban tanah, suhu, pH tanah, kadar air dan perkiraan waktu panen. Jika terjadi anomali pada lahan mereka, petani akan mendapat peringatan dini. Disamping itu, petani juga akan mendapatkan rekomendasi agar tidak terjadi kerusakan terhadap lahan dan tanaman. Selain itu, teknologi Water Debit Sensor adalah perangkat yang inovatif untuk menyelesaikan permasalahan debit air yang fluktuatif untuk irigasi (Ditjen PDTT 2019).

Smart farming  4.0  bukanlah hal yang baru dalam dunia pertanian. Di Shanghai, China, lahan sawah tidak lagi digarap secara langsung oleh para petani melainkan digarap dengan AI yang dapat secara otomatis untuk menanam di lahan sawah. Shanghai telah mempelopori pertanian nir-awak pertama untuk meningkatkan efisiensi pertanian dan mengurangi biaya tenaga kerja. Sejauh ini, mesin pertanian otomatis telah digunakan dalam seluruh proses produksi pertanian di sawah seluas lebih dari 133.333 meter persegi di Waigang, Shanghai (SmartcityIndo 2020).

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Komponen dan Desain Beberapa Alat Pendinginan dan Pembekuan Pada Bahan Pangan yang Dapat Diaplikasikan di Rumah

Fakta Menarik Kelapa Sawit Indonesia